Beberapa waktu ini, aku sering membayangkan. Bagaimana jadinya apabila dulu aku ga melakukan beberapa hal, yang waktu itu kuanggap berat, atau sepele, atau nekat, dan hal-hal lain yang kuanggap ga penting. Namun pada akhirnya, saat ini aku syukuri.
Siapa yang tahu bahwa pengalaman yang mungkin saat itu dianggap pahit, tetap dapat menuntun ke hal yang lebih baik, yang bisa dituai saat ini, atau nanti. Semua memang perlu proses untuk memahami, tidak pula dalam waktu sebentar. Bisa satu tahun kemudian, dua tahun, bakan sepuluh tahun setelahnya.
Bisa jadi aku yang telat menyadarinya, tapi tetap, pengalaman yang perlu diflashback ketika aku baru bisa menyadarinya sekarang, membuatku lebih kuat saat ini dalam menghadapi hari-hari yang lebih berat, karena keyakinan akan hasilnya di masa depan. Insyaallah.
Bagaimana jadinya kalau waktu itu, aku ga kerja part time ditahun kedua kuliah. Mungkin aku ga akan bertemu dengan orang yang sekarang menjadi suamiku. Bagaimana jadinya kalau waktu itu, aku ga nganter nota penerbitan iklan baris yang hanya berkisar duapuluhan ribu rupiah -yang mana tidak cukup membantu target bulananku sebagai marketing- ke adik dari pacarnya temenku, mungkin aku ga akan ditawarin kerjaan yang sampai saat ini bisa bantu perekonomianku.
Kerja part time sambil kuliah kuanggap sangat berat, seminggu pertama bekerja rasanya langsung ingin resign. Sungguh, aku masih ingat capeknya. Apalagi jarak tempat kerja ke kosku bisa 40 menit perjalanan, pulang shift sore jam 12 malam, rasanya ga worth it, tapi ada satu kawan yang waktu itu bilang "aku kalo kesini ga tak anggap kerja, anggap aja nongkrong tiap hari". Sebulan kemudian, aku sudah mulai enjoy dengan "tongkrongan" baruku ini. Di tempat ini pula, aku diajak kenalan sama maba pendatang ke Jogja yang lagi nongkrong dan kita follow-followan di sosmed. Pikirku waktu itu, untuk semua sosmed yang penting banyak followersnya dulu biar makin ~ h i t s ~. Dan ya, sepuluh tahun berlalu begitu saja, akhirnya kami bertemu lagi untuk 🌌following each other's life🌌. Ahseeek.
Empat tahun kuliah, akhirnya aku dinyatakan lulus sidang skripsi. Namun kepahitan terjadi (lagi). Aku ga bisa langsung wisuda di periode terdekat. Katanya, pendaftaran yudisium sudah ditutup beberapa saat sebelum aku selesai sidang. Setelah mendebat Kajur dan Dekan, yang udah jelas kalah tapi jiwa Sagittarius menggebu-gebu untuk berjuang, akhirnya aku menyerah juga. Timbal balik dari peristiwa ini sangat istimewa, aku punya waktu panjang untuk dinyatakan sah lulus secara de yure, dan berkesempatan untuk mendaki Gunung Rinjani. Sebuah kesempatan yang mungkin ga akan terulang lagi.
Begitulah seterusnya. Mungkin ini hanya sebagian kecil dari apa yang telah Tuhan berikan. Tuhan bisa saja menyiapkan rezeki yang melimpah untukku. Tapi aku harus cari jalan sendiri untuk sampai di rezeki itu. Kasarnya, ga mungkin aku cukup dengan berdoa dan seketika Tuhan melemparkan apa yang aku doakan. Aku harus cari mana benang yang bisa menghubungkanku ke rezeki itu. Sementara, benang itu bisa saja dikaitkan ke banyak titik, dan aku cukup mencari salah satu diantara titik itu. Atau, perbanyak titik agar bisa punya banyak kemungkinan.
Dan pengalaman seperti ini, akan selalu jadi pengingat setiap kali aku mengalami ke-kurang suka-an ku terhadap hal yang sedang aku jalani. This too shall pass. Ditunggu tanggal panennya!